Selasa, 21 April 2015

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI 2

Nama: Nungky R. Anggraini
NPM : 26213576



BAB IV
Hukum Perikatan
 
Definisi Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “verbintenis”.Istilah perikatan ini lebih umum dipakaidalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi,meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan,letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yangmengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undangatau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yangterjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibathukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukumharta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (personal law).

Dasar Hukum Perikatan
Pada dasarnya, ada sedikit kemiripan antara hukum perdata di Indonesia dengan di Mesir,dikarenakan negara Mesir sendiri mengadopsi hukum dari Perancis, sedangkan Indonesiamengadopsi hukum dari Belanda, dan Hukum Perdata Negara Belanda berasal dari HukumPerdata Perancis (yang terkenal dengan nama Code Napoleon). Jadi, hukum perdata yang diIndonesia dengan di Mesir pada hakikatnya sama. Akan tetapi hanya bab dan pembagiannya sajayang membedekannya dikarenakan berasal dari satu nenek moyang yang sama.Dalam tulisan ini, penulis ingin menitikberatkan sumber-sumber perikatan dari negara Mesir,dengan tidak lupa juga membahas sumber-sumber perikatan dari Negara Indonesia, gunamenambah wawasan intelektual kita semua.Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang,dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagimenjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.Contoh dalam perikatan yang timbul karena perbuatan menurut hukum contohnya; menguruskepentingan orang lain secara sukarela sebagaimana tertera dalam pasal 1354, dan pembayaranyang tak terutang tertera dalam pasal 1359. Contoh dari perikatan yang timbul dari undang-undang melulu telah tertera dalam pasal 104 mengenai kewajiban alimentasi antara kedua orangtua, misalnya; Ahmad menikah dengan Fatimah, pada dasarnya Ahmad dan Fatimah hanyamelakukan akad nikah, dengan adanya akad nikah maka timbulah suatu keterikatan yang lainnyayaitu saling menjaga, menafkahi dan memelihara anak mereka bila lahir nantinya. Contoh laindari undang-undang melulu telah tertera dalam pasal 625 mengenai hukum tetangga; yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Selain itu, juga terdapat pula perikatan yang timbul karena melawan hukum. Contohnya; mengganti kerugian terhadap orangyang dirugikan, sebagaimana tertera dalam pasal 1365 KUH Perdata.Adapun, sumber-sumber pokok perikatan yang ada di Mesir adalah adanya perjanjian (keinginankedua belah pihak) dan tidak adanya perjanjian (muncul karena ketidaksengajaan atau muncultanpa keinginan kedua belah pihak). Dan definisi perjanjian secara epistimologi adalah arrobt(u) atau perikatan, dan secara etimologi; kesepakatan kedua belah pihak atau lebih untuk melakukansesuatu hal yang telah disepakati. Dan syarat syahnya perjanjian harus adanyakeridhoan/kesepakatan antara kedua belah pihak, jadi di dalam isi perjanjian, kedua belah pihak harus saling mengetahui maksud dari perjanjian tersebut, dan tidak boleh hanya menguntungkansatu pihak saja. Dan syarat yang lainnya, adanya obyek yang halal, yang tidak melanggar undang-undang dan norma-norma kehidupan di masyarakat. Dan sumber tidak adanya perjanjiandapat dibagi menjadi; pertanggung jawaban yang timbul karena kelalaian, memperkaya diri tanpa alasan, dan undang-undang.Dan di sini penulis sesuai ingin membahas sumber-sumber perikatan (Mesir) yang bersumber dari tanpa adanya perjanjian, bisa jadi karena ketidak sengajaan.

Azas-azas dalam Hukum Perikatan
·         Asas Kebebasan Berkontrak : Ps. 1338: 1 KUHPerdata.
·         Asas Konsensualisme : 1320 KUHPerdata.
·         Asas Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHPerdata.
Pengecualian : 1792 KUHPerdata
1317 KUHPerdata
Perluasannya yaitu Ps. 1318 KUHPerdata.
1.      Asas Pacta Suntservanda® asas kepastian hukum: 1338: 1 KUHPerdata.


Wanprestasi dan akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni:
a.       Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b.      Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c.       Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.

Hapusnya Perikatan
Hapusnya perikatan (ps 1381 KUHPdt) disebabkan:
a.       Karena pembayaran 
b.      Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c.        Karena pembaharuan hutang
d.       Karena perjumpaan utang atau kompensasi
e.       Karena pencampuran utang
f.       Karena pembebasan utang
g.      Karena musnahnya barang yang terutang
h.      Karena batal atau pembatalan
i.        Karena berlakunya syarat pembatalan 
j.        Karena lewat awktu atau daluarsa
Dengan pemahaman di atas, seorang front liners dituntut untuk memahami aspek hukum ,sehingga dapat menilai apakah seseorang memang telah sesuai dengan kewenangannya dalamhal menarik simpanan, atau melakukan transfer rekening dari perusahaannya ke rekeninglainnya. Apabila seorang calon nasabah mau membuka rekening,front liners juga harus bisa menilai apakah yang bersangkutan memang dapat mewakili bertindak untuk dan atas nama perusahaan, atau  bila perseorangan apa memang orang tersebut telah cakap hukum.
BAB V
Hukum Perjanjian
    Peranan hukum yang kuat sangat dibutuhkan oleh suatu Negara untuk mewujudkan situasi Negara yang kondunsif dan berkomitmen.Indonesia merupakan salah satu Negara hukum dimana setiap tata cara pelaksanaan kehidupan didalamnya berlandaskan hukum.Mulai dari yang berbentuk tertulis maupun yang berbentuk abstrak.Dan dimana hukum tersebut dijalankan oleh pemerintah dan rakyatnya
Macam – Macam Perjanjian
1.      Perjanjian Jual-beli
2.      Perjanjian Tukar Menukar
3.      Perjanjian Sewa-Menyewa
4.      Perjanjian Persekutuan
5.      Perjanjian Perkumpulan
6.      Perjanjian Hibah
7.      Perjanjian Penitipan Barang
8.      Perjanjian Pinjam-Pakai
9.      Perjanjian Pinjam Meminjam
10.  Perjanjian Untung-Untungan

Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi 4 syarat, yaitu:
a)      Adanya kata sepakat;
b)      Kecakapan untuk membuat perjanjian;
c)      Adanya suatu hal tertentu;
d)     Adanya causa yang halal.
Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subyek suatu perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif Syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek perjanjian oleh karena itu disebut syarat obyektif. Adapun penjelasan dari masing-masing adalah sebagai berikut:
a.       Kata sepakat Kata sepakat berarti persesuaian kehendak, maksudnya memberikan persetujuan atau kesepakatan. Jadi sepakat merupakan pertemuan dua kehendak dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain dan kehendak tersebut saling bertemu.
b.      Cakap untuk membuat perjanjian (bertindak) Dalam Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian dengan ketentuan oleh undang-undang tidak ditentukan lain yaitu ditentukan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian.
c.       Adanya suatu hal tertentu
Yang dimaksud dengan suat hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
d.      Adanya suatu sebab/kausa yang halal
e.       Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak,20sedangkan sebagaimana yang telah dikemukakan Soebekti, adanya suatu sebab yang dimaksud tiada lain daripada isi perjanjian.
20 Sri Soedewi Masjchon, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum JAminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, (Yogyakarta, 1980), hal. 319  
Syarat Lahirnya Perjanjian

Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.

Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a.Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).

Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian

Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat hokum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian

BAB VI
HUKUM DAGANG
Hukum Dagang (KUHD)
Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagi hukum dagang saat ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17. Kaidah-kaidah hukum tersebut sebenarnya merupakan kebiasaan diantara mereka yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya, ketenutan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan lex generalis(hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus menghapus hukum umum).
1.      Hubungan Hak Dagang Dan Hak Perdata Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa pengartian dari Hukum Perdata:
2.      Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
3.      Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
4.      Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1)      Hukum tertulis yang dikofifikasikan :
a.       Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b.       Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW) 2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Belakunya Hak Dagang
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) . tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi.
Sumber :
Wikipedia.com & google.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Wirausahawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar