Nama: Nungky R. Anggraini
NPM : 26213576
BAB
IV
Hukum Perikatan
Definisi Hukum Perikatan
Perikatan
dalam bahasa Belanda disebut “verbintenis”.Istilah perikatan ini lebih umum
dipakaidalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal
yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu
menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang.
Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi,meninggalnya seorang.
Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan,letak rumah
yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal
yangmengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk
undang-undangatau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’.
Dengan demikian, perikatan yangterjadi antara orang yang satu dengan yang lain
itu disebut hubungan hukum.Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara dua orang atau lebih di mana
pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibathukum,
akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.
Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang
hukumharta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum
keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam
bidang hukum pribadi (personal law).
Dasar Hukum Perikatan
Pada dasarnya, ada sedikit kemiripan antara hukum perdata di
Indonesia dengan di Mesir,dikarenakan negara Mesir sendiri mengadopsi hukum
dari Perancis, sedangkan Indonesiamengadopsi hukum dari Belanda, dan Hukum Perdata
Negara Belanda berasal dari HukumPerdata Perancis (yang terkenal dengan nama Code
Napoleon). Jadi, hukum perdata yang diIndonesia dengan di Mesir pada hakikatnya
sama. Akan tetapi hanya bab dan pembagiannya sajayang membedekannya dikarenakan
berasal dari satu nenek moyang yang sama.Dalam tulisan ini, penulis ingin
menitikberatkan sumber-sumber perikatan dari negara Mesir,dengan tidak lupa
juga membahas sumber-sumber perikatan dari Negara Indonesia, gunamenambah
wawasan intelektual kita semua.Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di
Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang,dan sumber dari undang-undang
dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan
manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagimenjadi perbuatan
yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.Contoh dalam perikatan yang
timbul karena perbuatan menurut hukum contohnya; menguruskepentingan orang lain
secara sukarela sebagaimana tertera dalam pasal 1354, dan pembayaranyang tak
terutang tertera dalam pasal 1359. Contoh dari perikatan yang timbul dari
undang-undang melulu telah tertera dalam pasal 104 mengenai kewajiban
alimentasi antara kedua orangtua, misalnya; Ahmad menikah dengan Fatimah, pada
dasarnya Ahmad dan Fatimah hanyamelakukan akad nikah, dengan adanya akad nikah
maka timbulah suatu keterikatan yang lainnyayaitu saling menjaga, menafkahi dan
memelihara anak mereka bila lahir nantinya. Contoh laindari undang-undang
melulu telah tertera dalam pasal 625 mengenai hukum tetangga; yaitu hak dan
kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Selain itu, juga
terdapat pula perikatan yang timbul karena melawan hukum. Contohnya;
mengganti kerugian terhadap orangyang dirugikan, sebagaimana tertera dalam
pasal 1365 KUH Perdata.Adapun, sumber-sumber pokok perikatan yang ada di Mesir
adalah adanya perjanjian (keinginankedua belah pihak) dan tidak adanya
perjanjian (muncul karena ketidaksengajaan atau muncultanpa keinginan kedua
belah pihak). Dan definisi perjanjian secara epistimologi adalah arrobt(u) atau
perikatan, dan secara etimologi; kesepakatan kedua belah pihak atau lebih untuk
melakukansesuatu hal yang telah disepakati. Dan syarat syahnya perjanjian harus
adanyakeridhoan/kesepakatan antara kedua belah pihak, jadi di dalam isi
perjanjian, kedua belah pihak harus saling mengetahui maksud dari
perjanjian tersebut, dan tidak boleh hanya menguntungkansatu pihak saja. Dan
syarat yang lainnya, adanya obyek yang halal, yang tidak
melanggar undang-undang dan norma-norma kehidupan di masyarakat. Dan
sumber tidak adanya perjanjiandapat dibagi menjadi; pertanggung jawaban yang
timbul karena kelalaian, memperkaya diri tanpa alasan, dan undang-undang.Dan di
sini penulis sesuai ingin membahas sumber-sumber perikatan (Mesir) yang
bersumber dari tanpa adanya perjanjian, bisa jadi karena ketidak sengajaan.
Azas-azas dalam Hukum Perikatan
·
Asas Kebebasan Berkontrak : Ps. 1338: 1
KUHPerdata.
·
Asas Konsensualisme : 1320 KUHPerdata.
·
Asas Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHPerdata.
Pengecualian : 1792 KUHPerdata
1317 KUHPerdata
Perluasannya yaitu Ps. 1318 KUHPerdata.
1.
Asas Pacta Suntservanda® asas kepastian hukum: 1338: 1
KUHPerdata.
Wanprestasi dan
akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa
yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi
tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak
boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur
yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur
(Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni:
a.
Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang
nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b.
Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang
kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c.
Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan
yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan
Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua
belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu
peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi
obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Hapusnya Perikatan
Hapusnya
perikatan (ps 1381 KUHPdt) disebabkan:
a. Karena pembayaran
b. Karena penawaran pembayaran tunai,
diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c. Karena pembaharuan hutang
d. Karena perjumpaan utang atau kompensasi
e. Karena pencampuran utang
f. Karena pembebasan utang
g. Karena musnahnya barang yang
terutang
h. Karena batal atau pembatalan
i.
Karena
berlakunya syarat pembatalan
j.
Karena
lewat awktu atau daluarsa
Dengan
pemahaman di atas, seorang front liners dituntut untuk memahami aspek hukum
,sehingga dapat menilai apakah seseorang
memang telah sesuai dengan kewenangannya dalamhal menarik simpanan, atau
melakukan transfer rekening dari perusahaannya ke rekeninglainnya. Apabila seorang calon nasabah mau membuka
rekening,front liners juga harus bisa
menilai apakah yang bersangkutan memang dapat mewakili bertindak untuk
dan atas nama perusahaan, atau bila
perseorangan apa memang orang tersebut telah cakap hukum.
BAB V
Hukum Perjanjian
Peranan hukum yang kuat sangat dibutuhkan oleh suatu Negara untuk
mewujudkan situasi Negara yang kondunsif dan berkomitmen.Indonesia merupakan
salah satu Negara hukum dimana setiap tata cara pelaksanaan kehidupan
didalamnya berlandaskan hukum.Mulai dari yang berbentuk tertulis maupun yang
berbentuk abstrak.Dan dimana hukum tersebut dijalankan oleh pemerintah dan
rakyatnya
Macam – Macam Perjanjian
1.
Perjanjian
Jual-beli
2.
Perjanjian
Tukar Menukar
3.
Perjanjian
Sewa-Menyewa
4.
Perjanjian
Persekutuan
5.
Perjanjian
Perkumpulan
6.
Perjanjian
Hibah
7.
Perjanjian
Penitipan Barang
8.
Perjanjian
Pinjam-Pakai
9.
Perjanjian
Pinjam Meminjam
10. Perjanjian Untung-Untungan
Syarat
Sahnya Perjanjian
Menurut
Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi 4 syarat,
yaitu:
a) Adanya
kata sepakat;
b) Kecakapan
untuk membuat perjanjian;
c) Adanya
suatu hal tertentu;
d) Adanya
causa yang halal.
Syarat
pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subyek suatu
perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif Syarat ketiga dan
keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek perjanjian oleh karena itu
disebut syarat obyektif. Adapun penjelasan dari masing-masing adalah sebagai
berikut:
a.
Kata
sepakat Kata sepakat berarti persesuaian kehendak, maksudnya memberikan
persetujuan atau kesepakatan. Jadi sepakat merupakan pertemuan dua kehendak
dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki
pihak lain dan kehendak tersebut saling bertemu.
b. Cakap
untuk membuat perjanjian (bertindak) Dalam Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan
bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian dengan ketentuan
oleh undang-undang tidak ditentukan lain yaitu ditentukan sebagai orang yang
tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian.
c. Adanya
suatu hal tertentu
Yang dimaksud dengan suat hal
tertentu dalam suatu perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah
prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri
bisa berupa perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu.
d. Adanya
suatu sebab/kausa yang halal
e. Yang
dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong orang
tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan
bersama yang hendak dicapai oleh para pihak,20sedangkan sebagaimana yang telah
dikemukakan Soebekti, adanya suatu sebab yang dimaksud tiada lain daripada isi
perjanjian.
20 Sri Soedewi Masjchon, Hukum
Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum JAminan dan Jaminan Perorangan, Liberty,
(Yogyakarta, 1980), hal. 319
Syarat Lahirnya Perjanjian
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat
(1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa
perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak
pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang
dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak
antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan
kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak.
Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak
yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan
kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi
itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan
kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa
digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a.Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu
Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian
dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal
demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi
karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam
jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan
atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat hokum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan
perjanjian
BAB
VI
HUKUM
DAGANG
Hukum Dagang (KUHD)
Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur
hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan. Hukum dagang
adalah hukum perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagi
hukum dagang saat ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17.
Kaidah-kaidah hukum tersebut sebenarnya merupakan kebiasaan diantara mereka
yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur
dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya,
ketenutan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan
lex generalis(hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum
khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis
derogat lex generalis (hukum khusus menghapus hukum umum).
1. Hubungan
Hak Dagang Dan Hak Perdata Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak
dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa
pengartian dari Hukum Perdata:
2. Hukum
Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada
kepentingan perseorangan
3. Hukum
Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusia dalam memenuhi kepentingannya.
4. Hukum
Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan
manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan
hidupnya.
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 :
tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1) Hukum
tertulis yang dikofifikasikan :
a. Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau
Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW) 2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan,
yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang
mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Belakunya Hak Dagang
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai
sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota
di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir
kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona
dan Negara-negara lainnya ) . tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus
civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka
dibuatlah hokum baru di samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad
ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang
(koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan
perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi.
Sumber :
Wikipedia.com & google.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Wirausahawan